ads
ads
ads

Pancasila Terancam Akibat Politik Identitas yang Suram

Oleh

Hartini Muhammad (Mahasiswa Administrasi Negara, Universitas Nuku)

JELAS maknanya cita-cita bangsa pada sila kelima untuk melahirkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat di indonesia. Namun, dengan biasnya pemahaman politik identitas membuat kita semua larut dan santai dalam kondisi bahaya yang mengintai di tengah upaya mencari keadilan di negeri ini.

Menurut Miller, (2021) Politik identitas dikaitkan dengan agenda, aksi, aktivisme Politik yang di dalamnya anggota kelompok berbasis identitas mengorganisasi dan memobilisasi diri untuk melawan ketidakadilan yang dialami karena struktur, sistem, dan praktik yang hegemonik.

Tak elak dari pernyataan itu, sebab faktanya politik identitas memang dipakai oleh kaum minoritas untuk mencapai keadilan namun akhirnya bias diartikan dan malah menjadi praktek mendukung kebiasaan buruk para petinggi yang haus akan jabatan sehingga tak jarang adanya konflik apalagi dalam momentum menjemput tahun pemilihan di negara ini salah satunya dengan hadirnya politik identitas.

Seiring berkembangnya Politik identitas di negara ini bisa berpotensi untuk mencederai demokrasi di indonesia. Sebut saja faktanya pada Pilgub (Pemilihan Gubernur) DKI Jakarta tahun 2017 lalu, serta Pemilu (Pemilihan Umum) serentak 2019. Dan rupanya berkembang menjadi jalan pintas untuk mencari suara yang nyatanya merupakan jalan untuk membuka keran konflik yang mengancam persatuan dan kesatuan masyarakat indonesia yang sudah tercermin pada Sila ketiga yakni “Persatuan Indonesia”.

Politisasi agama atau politik identitas berbasis agama juga dapat menjadi ancaman untuk kesatuan bangsa yang terdiri dari beragam agama. Dan Rupanya cita-cita bangsa yang terkandung dalam tiap-tiap butir pancasila harus dimaknai dengan praktek yang kompatibel agar tujuan bernegara dapat diraih guna mencapai merdeka yang seutuhnya dan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat apalagi bagi kaum minoritas.

Maka dari itu, bagi saya budaya politik identitas ini menjadi catatan kritis kita semua untuk mendukung keharusan dalam memberantasnya agar dapat terciptanya lingkungan dan situasi politik yang sehat dan tetap pada kebijakan publik yang bersih dari negatifnya politik identitas di negeri ini.

Karena, bisa saja bahwa isu-isu itu akan kembali hadir dalam pemilu tahun 2024 nanti. Belajar dari tahun 2017 hingga 2019 rupanya isu-isu ini memiliki peluang besar untuk terus digaungkan oleh para kelompok yang radikal demi keuntungan kelompok dan pribadi. Begitu juga oleh kelompok yang pada awalnya ingin ada perpecahan antara kaum mayoritas dan kaum minoritas di negara ini.

Teringat pada sang bapak proklamator Negara Bung Karno yang menyatakan, “Republik Indonesia bukan milik kelompok manapun, juga agama, atau kelompok etnis manapun, atau kelompok dengan adat dan tradisi apa pun, tapi milik kita semua dari Sabang sampai Merauke” dan mengingat arti Bhinneka Tunggal Ika maka integrasi nilai-nilai pancasila haruslah merata dengan praktek yang nyata.

Layaknya pernyataan Jokowi selaku Presiden yang mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk menolak adanya politisasi identitas dan politisasi agama, jelang pemilu 2024 ini semoga bukan saja sekedar pemanis untuk enak didengar namun harapnya bisa menjadi tolak ukur sudah berapa banyak kasus politik identitas yang memecahkan konflik di tengah masyarakat agar dapat menjadi pembelajaran menuju perubahan.

Mari menjunjung tinggi nilai-nilai pancasila dan beri warna ruang demokrasi yang adil dalam momentum Pemilu 2024 nanti, sebab hak seseorang untuk memimpin dan menjadi wakil rakyat tidak berdasar pada background suku, agama, ras, atau etnik saja. Namun pastinya lebih pada kemampuan individu tersebut untuk menjalankan tugasnya bagi negara dan untuk tujuan bernegara itu sendiri. Jangan sampai Pancasila Terancam akibat politik identitas yang suram. (**)

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *